JAWABAN UJIAN AKHIR SEMESTER MATA KULIAH EKOLOGI HEWAN

19 Apr

JAWABAN UJIAN AKHIR SEMESTER

MATA KULIAH  EKOLOGI HEWAN

 

Mata Kuliah

Ekologi Hewan

 25072011613

Dosen Pembina

Husamah, S. Pd

Program Studi

Pendidikan Biologi

Nama Mahasiswa dan NIM/Kelas

Farhan Muhtadi

201110070311047/Kelas B IV

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

APRIL 2013

index

 

PETUNJUK PENGERJAAN TAKE HOME

  1. Untuk memahami soal-soal take home ini, sebaiknya Anda berdiskusi dengan teman. Lalu kemudian, silahkan jawab sesuai dengan literatur yang Anda miliki dan sesuai dengan pemahaman masing-masing. Jawaban yang menurut dosen pembimbing memiliki tingkat kesamaan tinggi/mencurigakan maka tidak akan diproses!
  2. Setiap jawaban sebaiknya juga dilengkapi dengan literatur. Jadi, jawab dulu sesuai dengan pemahaman Anda dan dukung dengan literatur! Tuliskan literatur yang anda gunakan pada bagian akhir. Jawaban yg bersumber dari buku dan jurnal ilmiah maka akan ada nilai tambah.
  3. Perhatikan teknik penulisan, banyak sedikitnya salah ketik dan kebakuan kalimat juga menjadi penilaian!
  4. Jawaban ini juga harus di-upload di blog masing-masing. Jika Anda bisa me-linkan jawaban dengan literatur maka ada nilai tambah.

SOAL

  1. Konsep waktu-suhu yang berlaku pada hewan  poikilotermik sangat berguna aplikasinya dalam pengendalian hama pertanian, khususnya dari golongan serangga. Jelaskan arti konsep waktu secara singkat, dan berikan contoh ulasannya terkait dengan kasus ulat bulu yang menyerbu tanaman mangga di Probolinggo Tahun 2010.
  2. Jelaskan pemanfaatan konsep kelimpahan, intensitas dan prevalensi, disperse, fekunditas, dan kelulushidupan dalam kaitannya dengan penetapan hewan langka!
  3. Jelaskan aplikasi konsep interaksi populasi, khususnya parasitisme dan parasitoidisme, dalam pengendalian biologis. Berikan contohnya!
  4. Nilai sikap dan karakter apa yang harus ditumbuhkan pada siswa ketika belajar konsep-konsep dalam ekologi hewan? Berikan contoh riilnya!
  5. Uraikan satu contoh pemanfaatan indikator hewan untuk monitoring kondisi lingkungan secara mendetail, mulai dari jenis, prinsip dan praktik pemanfaatannya!
  6. Apakah manfaat pengetahuan tentang relung bagi aktivitas konservasi? Berikan salah satu contoh hewan langka, lakukan kajian tentang relungnya. (dalam satu kelas, hewan yang dikaji tidak boleh sama)!

 

JAWABAN

1. Konsep waktu-suhu yang berlaku pada hewan  poikilotermik sangat berguna aplikasinya dalam pengendalian hama pertanian, khususnya dari golongan serangga. Jelaskan arti konsep waktu secara singkat, dan berikan contoh ulasannya terkait dengan kasus ulat bulu yang menyerbu tanaman mangga di Probolinggo Tahun 2010.

Serangga termasuk hewan poikiloterm atau hewan berdarah dingin yang bergantung pada suhu lingkungannya. Suhu sangat berpengaruh terhadap laju pertumbuhan dan penyebaran organisme termasuk serangga. Suhu yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan rusaknya protein dan enzim-enzim dalam tubuh, selain itu dapat menguapkan cairan tubuh, merusak vitamin, merusak sel, jaringan dan organ. Suhu yang terlalu tinggi dapat merusak permeabilitas membran, mendenaturasi protein dan merusak hormon. Sebaliknya, suhu yang terlalu rendah dapat membekukan protoplasma, dapat menghambat kerja enzim, menghambat kerja hormon, dan menghambat metabolisme. Serangga memiliki kisaran suhu tertentu dimana dia dapat hidup, diluar kisaran suhu tersebut serangga akan mati kedinginan atau kepanasan (sumardi, 2000).

Hewan Serangga tidak dapat tumbuh dan berkembang bila suhu lingkungannya di bawah batas suhu minimum sehingga serangga memerlukan kombinasi antara faktor waktu dan faktor suhu lingkungan, karena pada serangga, waktu (berlangsungnya proses perkembangan) merupakan fungsi dari suhu lingkungan, maka kombinasi waktu-suhu sangatlah penting dan dalam suatu kisaran suhu tertentu, antara laju perkembangan dengan suhu lingkungan terdapat hubungan linier yang berarti bahwa berapa lama serangga tersebut akan mengalami perkembangan menunjukkan pada keeadaan suhu tertentu.

Konsep waktu-suhu penting untuk memahami hubungan antara waktu dengan keterjadian-keterjadian serta dinamika populasi hewan poikiloterm.  Sering timbul jenis serangga dalam jumlah besar yang terjadinya hampir tiap tahun pada waktu yang berbeda beda. Kejadian tersebut bila dikaji lebih lanjut akan terlihat bahwa terjadinya peledakan populasi itu berdasarkan pada jumlah hari derajat yang sama di atas suhu ambang perkembangan jenis serangga tersebut (Suhartini, 2005).

Contoh kasus pada meledaknya populasi ulat bulu yang terjadi di Probolinggo pada tahun 2010 silam yang menyerbu tanaman mangga. Peledakan populasi ulat terjadi karena fluktuasi suhu lingkungan ulat bulu sehingga mengakibatkan kelembapan lingkungan tinggi dan perubahan ekosistem yang ekstrim. Faktor abiotik dan biotik dapat memicu peningkatan populasi ulat bulu. Faktor pemicu utama ledakan populasi ulat bulu adalah perubahan ekosistem yang ekstrem pada agroekosistem mangga. Perubahan tersebut dipicu oleh beberapa hal, yakni musim hujan yang panjang pada tahun 2010−2011 yang menyebabkan kenaikan kelembapan udara. Suhu yang berfluktuasi berdampak terhadap iklim mikro yang mendukung perkembangan ulat bulu. Abu vulkanik akibat letusan Gunung Bromo, penanaman hanya satu varietas mangga, peralihan fungsi hutan menjadi hutan produksi, dan penggunaan input kimia seperti pestisida dan pupuk ikut menjadi pemicu ledakan populasi ulat bulu (Suharsono, 2011)  (http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/p3312125.pdf).

2. Jelaskan pemanfaatan konsep kelimpahan, intensitas dan prevalensi, disperse, fekunditas, dan kelulushidupan dalam kaitannya dengan penetapan hewan langka

Kelangkaan hewan dapat ditinjau dari aspek kelimpahan, kerapatan dan prevalensi atau kehadiran yang menunjukkan jumlah atau ukuran area yang ditempati oleh hewan tersebut. Intensitas dapat diartikan sebagai kerapatan suatu spesies pada suatu ruang/ wilayah tertentu Sedangkan prevalensi yaitu frekuensi kehadiran suatu organisme pada wilayah/ ruang dan waktu tertentu.

Suatu spesies hewan yang prevalensinya tinggi dapat lebih sering dijumpai, sebab daerah penyebarannya luas. Berbeda halnya dengan suatu spesies yang prevalensinya rendah, karena daerah penyebarannya sempit hanya dijumpai pada tempat-tempat tertentu saja.

Ketahanan hidup merupakan suatu faktor penting dalam perubahan ukuran populasi seiring dengan berjalannya waktu. Kelulushidupan disebut juga dengan istilah kohort, yaitu suatu kelompok individu dengan umur yang sama, dari lahir sampai mereka mati

Setiap populasi apabila telah mencapai tingkat kepadatan, kerapatan tertentu, dan dengan keterbatasan daya dukung lingkungan, akan cenderung mengalami penyebaran.

Penyebaran secara teratur (regular dispersion) dengan individu – individu yang kurang lebih berjarak sama satu dengan yang lain, jarang terdapat di alam, tetapi umumnya di dalam suatu ekosistem yang dikelola, dan disini tanaman atau pohon memang sengaja datur seperti itu yaitu jarak yang sama untuk menghasilkan produk yang optimal (Setiono, 1999).

Fekunditas secara umum berarti kemampuan untuk bereproduksi, atau kinerja potensial (kapasitas fisik) suatu populasi. Dalam biologi, fekunditas adalah laju reproduksi aktual suatu organisme atau populasi yang diukur berdasarkan jumlah gamet, biji, ataupun propagula aseksual.

Hewan apabila prevalensi intensitas, kelimpahan, kerapatan, fekunditas, disperse dan kelulushidupannya masih tinggi maka dapat dipastikan populasi hewan tersebut masih melimpah, tetapi jika prevalensi intensitas, kelimpahan, kerapatan, fekunditas, disperse dan kelulushidupannya rendah atau bahkan bisa mendekati punah maka hewan tersebut bisa ditetapkan sebagai hewan langka dan perlu untuk dilindungi.

Bagon dkk (1990) dalam menguraikan tipe kelangkaan yang berbeda menuliskan bahwa kelimpahan tidak hanya masalah kerapatan dalam suatu daerah yang didiami dan diberi istilah intensitas.

3. Jelaskan aplikasi konsep interaksi populasi, khususnya parasitisme dan parasitoidisme, dalam pengendalian biologis. Berikan contohnya!

Parasitisme adalah hubungan antara dua individu, yaitu antara parasit yang memperoleh keuntungan dan hospes yang dirugikan. Suatu parasit tidak akan membunuh inangnya dengan segera, sebelum dapat menyelesaikan daur reproduksinya. Bila parasit segera membunuh inangnya segera setelah infeksi, maka parasit tidak bisa berreproduksi dan akan punah. Keseimbangan antara hospes dan parasit akan terganggu jika hospes tersebut menghasilkan antibody atau bahan lain yang dapat mengganggu pertumbuhan parasit terganggu jika hospes tersebut menghasilkan antibody atau bahan lain yang dapat mengganggu pertumbuhan parasit.

Beberapa ciri khas parasitisme adalah; 1) tubuh parasit pada umunya jauh lebih kecil dibandingkan tubuh inangnnya; 2) dalam jangka waktu pendek parasit tidak membunuh inangnya tetapi dalam jangka waktu panjang parasit dapat membunuh inangnya tetapi dalam jangka waktu panjang parasit dapat membunuh inangnya; 3) satu ekor parasit pada umumnya hanya menyerang satu ekor inang selam hidupnya; 4) parasit dapat menyerang inangnya dari dalam (endoparasit) dan dapat juga menyerang dari luar (ektoparasit).

Organisme parasit memanfaatkan organisme lainnya (inang) sebagai tempat hidup untuk melangsungkan sebagian besar siklus hidupnya. Inang seringkali merupakan tempat tinggal sekaligus sebagai sumber makanan bagi parasit. Hal inilah yang kadang menjadi salah satu faktor fisiologi yang sangat penting yang dapat mempengaruhi pertumbuhan, baik bagi parasit maupun inangnya (ELDER 1979). Dengan kata lain, bahwa parasit memiliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap kondisi orgamisme lain yang dijadikan sebagai inangnya. Namun demikian, pada dasarnya organisme parasit tidak membunuh inang pada saat parasit tersebut mengambil keuntungan dari inang, bahkan walau parasit tersebut memiliki sifat pathogen (menyebabkan penyakit) (ELDER 1979; BAUMILLER & GAHN 2002).

Tawon parasit memakan waktu lebih lama dari predator untuk mengkonsumsi korban-korban mereka, karena jika larva adalah untuk makan terlalu cepat mereka akan kehabisan makanan sebelum mereka menjadi dewasa. Parasit tersebut sangat berguna di kebun organik, karena mereka adalah pemburu yang sangat efisien, selalu bekerja mencari penjajah hama.

Salah satu contohnya yaitu Brakonida tawon: tawon kecil (sampai 5 mm) menyerang ulat dan berbagai serangga lainnya termasuk greenfly. Sebuah parasit umum dari ulat kubis putih-dilihat sebagai cluster dari kepompong kuning belerang meledak dari kulit ulat runtuh. Sumber: http://WEB-INF.prmob.net/views/ltr/article.jspx

parasitoidisme adalah bentuk pemangsaan yang sangat khas yang dilakukan oleh sejenis serangga terhadap jenis serangga yang lain. Dalam hal ini, serangga parasitoid meletakkan telurnya pada atau dekat dengan serangga inangnya. Ketika nanti telur itu menetas, maka larva yang terbentuk akan memakan tubuh serangga inangnya sambil menjalani pertumbuhan dan perkembangan lebih lanjut. Dengan demikian biasanya serangga inangnya sudah terbunuh sebelum atau selama parasitoid menjalani stadium kepompong. Parasitoid juga sering berkembang bersama dengan inangnya. Banyak biolog yang menggunakan istilah parasitoid untuk hanya merujuk pada serangga dengan jenis riwayat hidup seperti ini, namun beberapa orang berpendapat istilah ini mesti digunakan lebih luas untuk mencakup nematoda parasit, kumbang penggerek benih, bakteri dan virus tertentu (mis. bakteriofag) yang semuanya harus menghancurkan inangnya. Parasitoid umumnya lebih spesifik dan predator, seperti parasit, mereka dapat secara aktif menyebar dalam mencari mangsa. Untuk alasan tersebut sangat penting sebagai agen kontrol biologis hama serangga, terutama di bidang pertanian. Sebuah contoh yang jelas adalah parasitoid tawon di bidang pertanian “Eretmocerus mundus” yang menjadi parasitoid terhadap serangga tembakau whitefly “Bemisia tabaci” sehinnga populasi serangga whitefly berkurang dengan adanya Eretmocerus mundus (ghanim, 2008).

http://ca.wikipedia.org/wiki/Parasitoide

http://www.biomedcentral.com/1471-2164/9/342

4.Nilai sikap dan karakter apa yang harus ditumbuhkan pada siswa ketika belajar konsep-konsep dalam ekologi hewan? Berikan contoh riilnya!

Pendidikan lingkungan perlu diberikan terhadap siswa, karena pada zaman globalisasi ini sudah terjadi krisis ekologi dimana manusia mulai tidak menghargai terhadap lingkungannya sendiri yang telah banyak memberikan manfaat terhadap dirinya sendiri. Dharmawan (2007) mengatakan pada saat ini telah terjadi krisis ekologi, yang ditandai dengan sistem ekologi mengalami ketidakstabilan maupun gangguan kesetimbangan pertukaran energi-materi dan informasi yang selanjutnya mengakibatkan ketidakseimbangan pada fungsi-fungsi distribusi serta akumulasi energi-materi antara satu organisme dengan organisme lain dan alam lingkungannya sementara itu organisme (manusia) dengan teknologi, perilaku dan organisasi sosialnya belum mampu melakukan penyesuaian yang berarti dalam mengantisipasi atau merespons guncangan tersebut. (http://eprints.uny.ac.id/137/1/PENDIDIKAN_BERWAWASAN_EKOLOGI.pdf)

Nilai sikap dan karakter yang harus diimplementasikan setelah belajar ekologi hewan oleh siswa adalah peduli, mencintai dan menghargai lingkungan alam, khususnya terhadap hewan. Contoh riilnya tidak memelihara burung dalam sangkar . Burung merupakan hewan liar yang hidup di alam bebas tidak terikat ketika mau terbang, jika ada siswa yang suka terhadap burung alangkah baiknya dia mempelajari seluk-beluk burung itu sendiri dengan tidak memelihara dalam sangkar. Kita harus menghargai kehidupan hewan tersebut karena hewan juga mempunyai hak untuk hidup bebas dengan dirinya, dengan kita tidak memelihara burung dalam sangkar berarti kita memberi kesempatan pada burung tersebut untuk hidup lebih baik dan tidak menghambat dia untuk menghasilkan keturunan baru. Sikap ini sederhana tidak harus menguras tenaga dan otak berlebihan, butuh kesadaran diri dan kemauan dengan tidak memelihara burung dalam sangkar untuk mewujudkan kelestarian lingkungan kita, sehingga ada hubungan baik antara manusia dengan lingkungannya khususnya terhadap hewan.

5.Uraikan satu contoh pemanfaatan indikator hewan untuk monitoring kondisi lingkungan secara mendetail, mulai dari jenis, prinsip dan praktik pemanfaatannya!

Salah satu contoh pemanfaatan  indicator hewan untuk monitoring kondisi lingkungan adalah Hewan Makrozoobentos. Makrozoobentos  merupakan organisme yang hidup di dasar perairan, hidup sesil, merayap, atau  menggali lubang. Kelimpahan dan keanekaragamannya sangat dipengaruhi oleh toleransi dan sensitivitasnya terhadap perubahan lingkungan. Kisaran toleransi dari makrozoobentos terhadap lingkungan berbeda-beda, dalam penilaian kualitas perairan, penggukuran keanekaragaman jenis organism sering lebih baik daripada pengukuran bahan-bahan organic secara langsung. Makrozoobentos sering dipakai untuk menduga ketidakseimbangan lingkungan fisik, kimia dan biologi perairan. Perairan yang tercemar akan mempengaruhi kelangsungan hidup organisme makrozoobentos karena makrozoobentos merupakan biota air yang mudah terpengaruh oleh adanya bahan pencemar, baik bahan pencemar kimia maupun fisik. Hal ini disebabkan makrozoobentos pada umumnya tidak dapat bergerak dengan cepat dan habitatnya di dasar yang umumnya adalah tempat bahan tercemar.

Odum (1971) Menyatakan bahwa perubahan kualitas air dapat merubah komposisi dan besarnya populasi makrozoobenthos. Organisme makrozoobenthos sangat baik sebagai indicator biologis suatu perairan, karean mempunyai karakteristik yang terkait dengan kondisi perairan atau habitatnya (Lind, 1979 dalam Mayang, 2007).

Salah satu contoh spesiesnya dalah larva serangga Trichoptera. Trichoptera atau caddisflies, termasuk kelompok serangga yang berbeda dengan serangga yang lain yang hidup di air. Hanya Diptera tertentu yang bertahan hidup di air karena jenis dan keanekaragaman ekologisnya. Larvanya dapat ditemukan di daerah danau, sungai, dan sepanjang aliran sungai, serta mereka adalah komponen penting dari sumber makanan di ekosistem air tawar. Beberapa jenis pada family Chathamiidae dari New Zealand dan Australia yang tidak umum dimiliki oleh insecta akuatik. (Resh and Rosenberg, 1984) larva serangga Trichoptera sebagai indikator ekosistem air tawar ditinjau dari perubahan struktur komunitas, kemampuan akumulasi, respon subletal dan biomarker, maupun tingkah laku akibat stress dari kontaminasi polutan, sedimentasi, maupun habitat. (http://www.oseanografi.lipi.go.id/sites/default/files/oldi_35(2)201-215.pdf)

6.Apakah manfaat pengetahuan tentang relung bagi aktivitas konservasi? Berikan salah satu contoh hewan langka, lakukan kajian tentang relungnya.

Menurut Keindegh (1980), Relung ekologi suatu populasi atau hewan adalah status fungsional hewan itu dalam habitat yang ditempatinya berkaitan dengan adaptasi-adaptasifisiologis, struktur/morfologi, dan pola perilaku hewan itu. Pengetahuan relung sangat bermanfaat bagi aktivitas konservasi, dengan mengetahui relung suatu hewan maka perawatan hewan tersebut akan mudah sehingga hewan menjadi lebih baik hidupnya dan perlindungan terhadap hewan langka akan lebih optimum.

Salah satu contoh dari hewan langka yaitu penyu belimbing. Penyu belimbing (Dermochelys coriacea) merupakan penyu terbesar di dunia dan merupakan reptil keempat terbesar di dunia setelah tiga jenis buaya. Selain itu penyu ini walaupun berjalan lambat, namun ketika berenang merupakan reptil tercepat di dunia dengan kecepatan mencapai 35 Km perjam. Jenis ini bisa mudah diidentifikasi dari karapaksnya yang berbentuk seperti garis-garis pada buah belimbing. Karapaks ini tidak ditutupi oleh tulang, namun hanya ditutupi oleh kulit dan daging berminyak. Penyu belimbing merupakan satu-satunya anggota famili Dermochelyidae yang masih hidup.

Secara fisik, penyu belimbing (Leatherback) agak berbeda dengan penyu laut lain. Bentuk tubuhnya lebih hidrodinamik dibandingkan penyu lainnya. Perbedaan lainnya adalah Karapas penyu belimbing yang sedikit fleksibel dengan tekstur kenyal. Tidak adanya sudut tajam yang terbentuk antara karapas dan bawah perut (Plastron).

Penyu belimbing yang telah bertahan hidup selama lebih dari ratusan juta tahun, kini menghadapi kepunahan. Dari perkiraan menunjukkan, selama dua puluh tahun terakhir jumlah spesies ini menurun dengan cepat, khususnya di kawasan pasifik: hanya sekitar 2.300 betina dewasa yang tersisa. Hal ini menempatkan penyu belimbing pasifik menjadi penyu laut yang paling terancam populasinya di dunia. Di kawasan Pasifik, seperti di Indonesia saja, populasinya hanya tersisa sedikit saja dari sebelumnya (2.983 sarang pada 1999 dari 13000 sarang pada tahun 1984). Untuk mengatasi hal tersebut, tiga Negara yaitu Indonesia, PNG dan Kepulauan Solomon telah sepakat untuk melindungi habitat penyu belimbing.

Penyu belimbing betina bertelur di pantai tropis sebelum bermigrasi mencari makan ubur-ubur. Penyu belimbing bepergian hingga ke pantai barat AS, termasuk California, bepergian melintasi Pasifik, untuk mencari hijauan jelatang laut coklat (Chrysaora fuscescens).

Saat menetas, berat penyu belimbing hanya sekitar 200 gram dan langsung berenang ke lautan untuk menjelajah samudera. Penyu ini baru akan singgah di daratan kembali setelah seberat 600 kg hanya untuk bertelur selama tiga jam. Setelah bertelur, sang penyu belimbing akan kembali lagi mengarungi lautan dan kembali lagi untuk bertelur 2-3 tahun kemudian. Uniknya, seperti jenis penyu lainnya, penyu belimbing ini akan setiap kali bertelur cenderung kembali ke pantai yang sama di mana ia ditetaskan meskipun telah mengarungi samudera hingga ribuan mil. Dalam sekali bertelur penyu belimbing mengeluarkan hingga 100-an butir telur, sayangnya diperkirakan hanya satu persen yang kemudian mampu bertahan hidup hingga dewasa.

Makanan utama penyu belimbing (Dermochelys coriacea) adalah ubur-ubur. Sayangnya, seringkali ditemukan penyu mati lantaran memakan sampah plastik yang dikiranya ubur-ubur.

Habitat, Persebaran dan Populasi. Penyu belimbing (Leatherback) mempunya daerah persebaran yang luas meliputi Samudera Atlantik, Samudera Pasifik, Samudera Hindia, dan Mediterania. Meskipun daerah sebaran dan habitatnya luas namun populasi penyu belimbing semakin hari semakin menurun dratis. Tahun 1982 diperkirakan populasinya 115.000 ekor penyu dewasa. Namun berdasarkan data terakhir (1996) diperkirakan populasinya hanya tinggal 20.000-30.000 ekor saja (IUCN). Bahkan CITES (Convention on International Trade of Endangered Species) memperkirakan hanya ada sekitar 2.300 penyu betina dewasa yang masih tersisa di Samudera Pasifik.

http://www.iucnredlist.org/apps/redlist/details/6494/0

Penurunan populasi ini diakibatkan oleh perburuan liar untuk diambil daging, cangkang dan telurnya. Pencemaran laut juga mempengaruhi populasi penyu belimbing, tidak sedikit penyu belimbing yang mati setelah memakan sampah plastik yang dikira ubur-ubur. Di samping itu rusaknya ekosistem pantai akibat abrasi pantai atau aktifitas manusia sering kali membuat penyu yang hendak bertelur di pantai urung lantaran merasa tidak aman, karena penurunan populasinya yang cepat, IUCN Redlist memasukkan penyu belimbing (Dermochelys coriacea) dalam klasifikasi spesies Critically Endangered (Sangat Terancam Punah). CITES pun memasukkannya dalam daftar Apendiks I yang berarti melarang segala bentuk perdagangan dan perburuannya. Di Indonesia, penyu belimbing (Leatherback) termasuk salah satu hewan yang dilindungi berdasarkan PP Nomor 7 Tahun 1999.

http://www.turtles.org/leatherd.htm

PP No. 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa

19 Apr

P R E S l D E N REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 1999

TENTANG

PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

  1. bahwa tumbuhan dan satwa adalah bagian dan sumber daya alam yang tidak tenilai harganya sehingga kelestariannya perlu dijaga melalui upaya pengawetan jenis;
  2. bahwa berdasarkan hal tersebut diatas dan sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dipandang perlu untuk menetapkan peraturan tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa dengan Peraturan Pemerintah;

Mengingat :

  1. Pasal 5 Ayat (2) dan Pasa! 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945;
  2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2823);
  3. Undang-undang Nomor 9 Tahun, 1.985 tentang Perikanan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3299);
  4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nonior 49Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);
  5. Udang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 No.46, Tambahan Lembaran negara No. 3478);
  6. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, lkan dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482);
  7. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenal Keanekaragaman Hayati (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3556);
  8. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Hngkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
  9. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1994 tentang Perburuan Satwa Buru (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3544);
  10. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestanan Alam (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3776);

M E M U T U S K A N

Menetapkan :

PERATURAN PEMENNTAH TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA.

BAB l
KETENTUAN UMUM

Pasal l

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :

  1. Pengawetan adalah upaya untuk menjaga agar keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya baik di dalam maupun di luar habitatnya tidak punah.
  2. Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa di luar habitatnya adalah upaya menjaga keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa agar tidak punah.
  3. Lembaga Konservasi adalah lembaga yang bergerak di bidang konservasi tumbuhan dan atau sama di luar habitatnya (ex situ), baik berupa lembaga pemerintah maupun lembaga non pemenntah.
  4. Identifikasi jenis tumbuhan dan satwa adalah upaya untuk mengenal jenis, keadaan umum status populasi dan tempat hidupnya yang dilakukan di dalam habitatnya.
  5. Inventansasi jenis tumbuhan dan satwa adalah upaya untuk mengetahul kondisi dan status populasi secara lebih rinci serta daerah penyebarannya yang dilakukan di dalam dan di luar habitatnya maupun di lembaga konservasi.
  6. Jenis tumbuhan atau satwa adalah jenis yang secara ilmiah disebut species atau anak-anak jenis yang secara ilmiah disebut sub-species baik di dalam maupun di luar habltatnya.
  7. Populasi adalah kelompok individu dan jenis tertentu di tempat tertentu yang secara alami dan dalam jangka panjang mempunyai kecenderungan untuk mencapai keseimbangan populasl secara dinamis sesuai dengan kondisi habitat beserta lingkungannya.
  8. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dibidang kehutanan.

Pasal 2

Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa bertujuan untuk :

  1. menghindarkan jenis tumbuhan dan satwa dan bahaya kepunahan;
  2. menjaga kemurnian genetik dan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa;
  3. memelihara keseimbangan dan kemantapan ekosistem yang ada; agar dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan manusia secara berkelanjutan.

BAB II
UPAYA PENGAWETAN

Pasal 3

Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa dilakukan melalui upaya:

  1. penetapan dan penggolongan yang dilindungi dan tidak dilindungi;
  2. pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa serta habitatnya;
  3. pemeliharaan dan pengembangbiakan.

BAB III
PENETAPAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA

Pasal 4

  1. Jenis tumbuhan dan satwa ditetapkan atas dasar golongan:

    jenis-jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a adalah sebagaimana terlampir dalam Peraturan Pemerintah ini.

    1. tumbuhan dan satwa yang dilindungi;
    2. tumbuhan dan satwa yang tidak dilindungi.
  2. Perubahan dan jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi menjadi tidak dilindungi dan sebaikknya ditetapkan dengan Keputusan Menteri setelah mendapat pertimbangan otoritas keilmuan (Scientific Authority).

Pasal 5

  1. Suatu.jenis tumbuhan dan satwa wajib ditetapkan dalam golongan yang dilindungi apabila telah memenuhi kritena :

    Terhadap jenis tumbuhan dan satwa yang memenuhi kritena sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan upaya pengawetan.

    1. mempunyai populasi yang kecil;
    2. adanya penurunan yang tajam pada jumlah Individu dialam;
    3. daerah penyebarannya yang terbatas (endemik).

Pasal 6

Suatu jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi dapat diubah statusnya menjadi tidak dilindungi apabila populasinya telah mencapai tingkat pertumbuhan tertentu sehingga jenis yang bersangkutan tidak lagi termasuk kategori jenis tumbuhan dan satwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1).

BAB IV

PENGELOLAAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA SERTA HABITATNYA
Bagian Pertama
Umum

Pasal 7

Pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa sebagaimana diatur dalam ketentuan Peraturan Pemerintah ini tidak- mengurangi arti ketentuan tentang pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa pada kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam,

Pasal 8

  1. Pengawetan Jenis tumbuhan dan satwa dilakukan melalui kegiatan pengelolaan di dalam habitatnya (in situ).
  2. Dalam mendukung kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan kegiatan pengelolaan di luar habitawya (ex situ) untuk menambah dan memulihkan populasi.
  3. Pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa di dalam habitatnya (in situ) dilakukan dalam bentuk kegiatan :
    1. Identifikasi:
    2. Inventarisasi;
    3. Pemantauan;
    4. Pembinaan habitat dan populasinya;
    5. Penyelamatan jenis;
    6. Pengkajian, penelitian dan pengembangan.
  4. Pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa di luar babitatnya (ex- situ) dilakukan dalam bentuk kegiatan :
    1. Pemeliharaan;
    2. Pengembangbiakan;
    3. Pengkajian, penelitian dan pengembangan;
    4. Rehabilitasi satwa;
    5. Penyelamatan jenis tumbuhan dan satwa.

Bagian Kedua
Pengelolaan dalam Habitat (In Situ)

Continue reading

Satwa Langka Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea)

19 Mar

Foto : Penyu Belimbing Pacitan
Conservation status
Terancam
Scientific classification
Kingdom: Animalia
Phylum: Chordata
Class: Sauropsida
Order: Testudines
Suborder: Cryptodira
Superfamily: Chelonioidea
Family: Dermochelyidae
Genus: Dermochelys
Blainville, 1816
Species: D. coriacea
Binomial name
Dermochelys coriacea
(Vandelli, 1761)

Continue reading

MENJINAKKAN KOMERSIAL DAN KOMODITAS PENDIDIKAN “ MEMBONGKAR LADANG INVESTASI KAPITALISME PENDIDIKAN ”

18 Mar

Disusun oleh :

FARHAN MUHTADI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2012

MEMBONGKAR LADANG INVESTASI KAPITALISME PENDIDIKAN

Pendidikan adalah sebuah proses atau usaha sadar manusia untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk mensejahterakan dirinya sendiri, masyarakat dan negara. Untuk mengetahui definisi pendidikan dalam perspektif kebijakan, kita telah memiliki rumusan formal dan operasional, sebagaimana termaktub dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yakni : “ Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”.
Pendidikan merupakan pilar atau sentral utama berdirinya suatu negara atau bangsa yang mana kualitas sumber daya manusia suatu negara akan lebih maju dan lebih eksis di mata dunia jika pendidikan tersebut dilaksanakan dengan baik tanpa adanya pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Keberhasilan pembangunan suatu negara ditentukan oleh keberadaan sumber daya manusia yang berkualitas, yang dihasilkan antara lain juga melewati pendidikan yang berkualitas dan bertanggung jawab. Continue reading

Elang Jawa

17 Mar

elang jawa

Status konservasi
Terancam
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Aves
Ordo: Falconiformes
Famili: Accipitridae
Genus: Nisaetus
Spesies: N. bartelsi
Nama binomial
Nisaetus bartelsi
Stresemann, 1924
Sinonim
Spizaetus bartelsi

Continue reading

Pengaruh Pemberian Pupuk Urea Terhadap Pertumbuhan Tanaman Cabai (Capsicum frutescens L)

17 Mar

Laporan akhir penelitian

BAB II

BAB III

BAB IV

BAB V

cover LAPORAN PENELITIAN

DAFTAR ISI

DAFTAR PUSTAKA

Preface

“Angin Duduk”, Ancaman Menakutkan bagi Pendaki Gunung

6 Mar

Angin duduk adalah gejala penyempitan pembuluh darah dari jantung yang mengalirkan oksigen. Angin duduk menjadi salah satu ancaman yang rentan dan menghantui bagi para pendaki gunung, karena kita tahu bahwa kita butuh banyak asupan oksigen saat aktifitas tertentu seperti pendakian gunung.

Mengapa angin duduk mengancam pendaki?

Pendaki akan menjadi terancam serius terkena angin duduk jika dia terlalu memaksakan dirinya untuk terus naik tanpa adanya istirahat. Aktivitas naik gunung adalah salah satu aktivitas yang membutuhkan banyak oksigen. berkebalikan dengan itu, semakin tinggi mendaki maka semakin sedikit kadar oksigennya.

Gejala yang biasa terjadi saat terserang angin duduk adalah dada sebelah kiri terasa sakit. Apa itu yang sakit? Ya benar, jantung yang sakit, karena jantung tidak bisa mengakomodir kebutuhan oksigen di seluruh tubuh

Akibat paling parah adalah kematian. Namun ada beberapa yang sempat ditolong sehingga tidak sampai ke titik itu. Jika terhindar dari kematian, biasanya seseorang akan terus dihantui oleh penyakit jantung. Bagaimanapun, sakit jantung sudah tidak mungkin disembuhkan. Pertolongan dokter hanya dapat memperlambat terkena serangan penyakit jantung.

Bagaimana menghindarinya?

Sebenarnya seperti yang tersebut diatas, tidak mungkin mengatasi angin duduk, tetapi sebisa mungkin tidak membuatnya tambah parah sehingga menyebabkan serangan jantung yang fatal. Istirahat yang cukup dan atur pernapasan saat kita merasakan mulai nyeri di dada sebelah kanan.

Namun, sebelum terkena angin duduk, biasakan banyak olahraga, sering periksa ke dokter soal tekanan darah, kadar gula dan kolesterol, terus kendalikan makan. Jangan banyak makan makanan pedas dan bersantan, daging, telur puyuh, dan kawan-kawan akrabnya.

Sumber :
belantaraindonesia.org

Jarang Gosok Gigi Bikin Orang Cepat Pikun

1 Sep

Dampak yang langsung dirasakan ketika orang malas gosok gigi mungkin hanya bau mulut, infeksi dan rasa nyeri. Namun dampak jangka panjang jauh lebih mengerikan sebab ternyata juga bisa mempengaruhi fungsi otak jadi lebih cepat pikun.

Foto: Thinkstock

Sebuah penelitian di University of California menunjukkan bahwa kebiasaan gosok gigi berhubungan dengan risiko pikun di usia lanjut. Orang yang tidak setiap hari gosok gigi, risikonya 65 persen lebih tinggi untuk pikun dibanding kalau gosok gigi 3 kali sehari.

“Sangat dimungkinkan bahwa kebiasaan dalam menjaga kesehatan mulut mempengaruhi apakah kelak akan pikun atau tidak,” kata Annlia Paganini-Hill, ilmuwan yang memimpin penelitian tersebut, seperti dikutip dari Indiavision.

Penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of the American Geriatrics Society tersebut melibatkan sedikitnya 5.500 warga sebuah komunitas pensiunan di California. Para partisipan diamati dalam rentang waktu antara tahun 1992 hingga tahun 2010.

Selama kurang lebih 18 tahun kemudian, 1.145 orang mengalami gejala yang menunjukkan ciri-ciri demensia atau pikun. Dari 78 partisipan yang gosok gigi kurang dari sekali sehari di tahun 1992, 21 orang di antaranya terdiagnosis pikun pada tahun 2010.

Angka tersebut menunjukkan bahwa sekitar 1 dari 4 partisipan yang jarang gosok gigi akan mengalami pikun. Sebagai pembanding, partisipan yang menggosok gigi minimal 1 kali sehari hanya memiliki risiko pikun dengan perbandingan 1 berbanding 5 orang.

Sayangnya penelitian ini tidak membuktikan bahwa pembusukan gigi akibat jarang gosok gigi merupakan penyebab pikun. Masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk memastikan apa penyebab pikun yang sesungguhnya pada orang-orang yang malas gosok gigi.

Sumber :
detik.com

Katak, Metabolismenya yang Menakjubkan Jadi Sumber Ilham Bagi Pengobatan

1 Sep

Metabolisme mengejutkan pada katak tanah bergaris-hijau asal Australia menjadi sumber ilham bagi pengembangan hewan ternak, serta bagi pengobatan terhadap mereka yang menderita penyusutan otot dan berat badan akibat ketidakmampuan berjalan.

Di musim panas yang kering katak ini mengubur dirinya sendiri di dalam lumpur dan berada dalam keadaan tidak aktif selama berbulan-bulan di dalam kepompong mirip-lendir yang dihasilkannya.

Dr. Nick Hudson dari lembaga penelitian industri ternak CSIRO menyatakan bahwa katak Cyclorana alboguttata tersebut tidak mengalami penyusutan otot selama masa aestivasi, yakni keadaan tidak-aktif atau dorman selama musim panas. Selama mengubur dirinya sendiri di dalam lumpur di musim panas ini, katak tersebut dalam keadaan tidak bergerak selama berbulan-bulan. Continue reading

PERANAN KELUARGA DALAM DUNIA PENDIDIKAN ANAK

31 Aug

Image

 

KELUARGA

            Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Menurut Salvicon dan Celcis (1998) di dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan, atau pengangkatan, di hidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan¹.

  Continue reading